Textbook
Ranah 3 Warna
Ranah 3 Warna adalah buku kedua dari Trilogi Negeri 5 Menara. Buku prekuelnya berjudul Negeri 5 Menara, setahu saya menjadi best seller yang meledak mengikuti kesuksesan tetralogi Laskar Pelangi sebagai sesama karya tulis yang membawa banyak inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Meski saya tidak membaca buku Negeri 5 Menara, namun saya dapat memahami kisah Alif di buku keduanya ini. Dan, dari buku kedua inilah saya juga sedikit banyak tahu tentang apa pesan yang disampaikan oleh penulisnya kepada pembaca di buku pertama.rnrnSejak awal saya tahu ada buku best seller berjudul Negeri 5 Menara, saya perhatikan desain covernya memang menarik. Demikian pula buku kedua ini, desain covernya sungguh asyik. Secara fisik buku, saya senang dengan kualitas kertas yang digunakan. Nilai tambahnya, ada pembatas buku yang berbentuk daun Maple disisipkan. Saya selalu senang dengan sisipan pembatas buku dari penerbit, karena ini tak perlu membuat saya mencari pembatas buku saya yang selalu terselip entah di buku yang mana.rnrnRanah 3 Warna berisikan cerita Alif selepas menempuh pendidikan di Pondok Madani, Ponorogo. Dikisahkan Alif sudah kembali ke tanah kelahirannya, dengan menyimpan impian untuk melanjutkan sekolah ke pendidikan lebih tinggi. Alif merasa tertekan karena lingkungan sekitarnya meragukannya, ditambah kondisi ekonomi keluarganya yang tidak bisa dibilang berlebih. Karena latar belakang pendidikannya adalah pondok pesantren, Alif pun terpaksa harus menempuh kelas penyetaraan, ia berhasil lulus dengan nilai pas-pas an. Selanjutnya, Alif diterima kuliah di UnPad, Bandung. Selama masa kuliahnya, Alif ditinggal ayahnya pergi selamanya. Selanjutnya, dalam kondisi ekonomi yang kekurangan, Alif memutuskan untuk bekerja sambil kuliah. Berbagai kondisi mengenaskan ala mahasiswa kos yang bekerja sambil kuliah pun dilewatinya, sampai akhirnya ia terkapar oleh tifus. Akhirnya, ia menemukan jalan karirnya, menulis. Ia memutuskan untuk meneruskan latihan menulisnya dibawah bimbingan senior kampusnya. Selanjutnya, Alif yang selalu bermimpi-mimpi untuk kuliah di Amerika, menemukan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Lebih dari separuh buku ini kebelakang berisi kisah perjalanan Alif di Kanada, dan di tutup dengan momen wisuda Alif di UnPad.rnrnPesan yang disampaikan buku kedua Ahmad Fuadi ini melengkapi pesan yang disampaikannya di buku pertama. Jika sebelumnya Alif sudah menyebarkan semangat “Man Jadda Wajada†(Yang bersungguh-sungguh akan berhasil), maka buku kedua ini menyampaikan pesan yang memang tak bisa dipisahkan dari Man Jadda Wajada, yaitu “Man Shabara Zhafira†(Yang sabar akan beruntung). Lalu apakah buku ini hanya bisa dibaca oleh kaum muslim? Tentu saja tidak, karena nilai yang disampaikannya adalah nilai yang sangat universal.rnrnJika pembaca mengharapkan rangkaian kata-kata indah sebagaimana dalam tetralogi Laskar Pelangi, maka bersiaplah kecewa. Penulis menuturkan cerita kehidupannya dengan bahasa yang sangat simpel dan mudah dipahami serta tidak berbelit-belit. Daya tarik buku ini buat saya adalah perjuangan Alif mendapatkan beasiswa ke Kanada dan kehidupannya disana. Ini karena saya sendiri selalu bermimpi untuk mendapatkan kesempatan tinggal di Kanada. Kesamaan lainnya, saya sendiri tidak menguasai kemampuan seni apapun, maka saya pun tertawa geli ketika membaca bagian Alif dipaksa Lip-sync .rnrnKekurangan buku ini menurut saya cuma satu: Greget. Entah kenapa saya tidak mendapatkan greget untuk menebak-nebak dan ingin tahu kejadian berikutnya. Mungkin ini dikarenakan adanya peta Quebec, Amman, dan Bandung di bagian dalam cover buku itu sendiri. Sebenarnya adanya peta di bagian dalam cover ini menambah keren buku ini, namun di sisi lain juga mengurangi greget karena pembaca cenderung jadi bisa menebak ujung ceritanya. Meski begitu, kisah Alif ini masih menarik untuk disimak kok, apalagi jika pembacanya salah seorang yang ingin mendapatkan beasiswa ke Kanada seperti saya.
No other version available