Jerusalem : Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir
Jerusalem, sebuah kota yang bukan merupakan kota biasa. Selama ribuan tahun, kota ini menjadi kota tujuan ziarah tiga agami samawi yakni Yudaisme, Kristen, dan Islam. Mereka berziarah ke Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, Masjid Al Aqsha, dan Dome of the Rock untuk memuja Tuhan. Meski demikian, kesucian kota Jerusalem ini sering ternodai oleh konflik dan perang tak suci yang tak kunjung usai antara Israel dan Palestina. Akhirnya, sejarah Jerusalem pun bergulir dengan fenomenal: perdamaian sekaligus pertumpahan darah.rnrnBuku yang ditulis oleh Trias Kuncahyono ini berhasil menyajikan tuturan mengenai Jerusalem yang tidak hanya objektif namun juga sangat mengalir dan menarik. Dengan mempergunakan berbagai fakta sejarah sebagai kerangkanya, Trias berhasil menceritakan perjalanannya ke kota suci ini dengan gaya jurnalistiknya yang khas, menjauhkan kesan buku ini sebagai buku sejarah yang membosankan. Alhasil, buku yang terdiri dari tujuh bab ini membawa kita bertualang ke Jerusalem, mulai dari bandara Ben Gurion di Tel Aviv hingga ke detail sudut-sudut kota lama di Jerusalem lengkap dengan latar belakang sejarahnya.rnrnBagian pertama buku ini bertema “Bermula dari Cerita Ibuâ€. Bagian ini memperlihatkan tersampainya cita-cita Trias untuk berkunjung ke Jerusalem, sebuah tempat yang seringkali diceritakan oleh sang bunda dan digambarkan oleh sang ayah pada masa kecilnya. Pada bab awal, Trias menceritakan ketatnya pengamanan di bandara Don Muang, Bangkok, yang dilakukan oleh petugas El Al, maskapai penerbangan milik Israel. Pertanyaan demi pertanyaan bernada menginterogasi terlontar seperti: mau ke mana? Untuk apa ke Jerusalem? Mempunyai teman di sana? Siapa namanya? Apakah Anda bisa membuktikan bahwa memiliki teman di Jerusalem? Alamatnya di mana? dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan ini rupanya muncul karena tingginya tingkat kecurigaan yang mendorong kewaspadaan tinggi.rnrnSelanjutnya, Trias menceritakan apa yang dilihat dan dirasakannya di Jerusalem seperti Via Dolorosa (Jalan Salib), Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, Menara Daud, Bukit Zaitun, Golgota, dan sebagainya. Tempat-tempat ini mengingatkan Trias pada berbagai kisah yang diceritakan sang bunda seperti kisah Simon dari Kirene yang dipaksa serdadu Romawi untuk membantu Yesus memanggul salib-Nya ke Bukit Golgota, kisah Daud melawan Goliat, kisah Daud dan Bethsheba, dan kisah Orang Samaria yang Baik Hati.rnrnBagian kedua bertema “Jalan Panjang ke Yerusalemâ€. Bagian ini bertutur mengenai benih-beni perseturuan yang mulai muncul di ‘Tanah Terjanji’. Di sini, Trias mengemukakan peran Abraham yang sangat penting bagi agama Yahudi, Kristen, dan Islam yang dilanjutkan dengan tuturan perjalanannya ke wilayah Nazareth, Kapernaum, Chorazim, dan Bethsaida, juga dilengkapi dengan latar belakang sejarah yang menarik. Trias juga menceritakan perjalanannya ke Ramallah, Jericho, dan Betlehem. Di Rammalah, Presiden Otoritas Palestina, Yasser Arafat dikebumikan sementara Betlehem adalah tempat kelahiran Yesus.rnrnBagian ketiga adalah “Jerusalem, Bukalah Pintumu†yang dimulai dengan perjalanannya di Tanah Kanaan. Perjalanan menuju perdamaian di Jerusalem pun seolah tidak pernah berakhir. Perjanjian Camp David tahun 1978 yang dihadiri oleh Menachem Begin (Israel), Jimmy Carter (AS), dan Anwar Sadat (Mesir) yang sempat membuka harapan baru pun berakhir dengan nihil. Anwar Sadat bahkan dibunuh oleh Letnan Pertama Khaled Islambouli pada tanggal 6 Oktober 1981 saat memimpim parade memperingati kemenangan Mesir atas Israel.rnrnBagian keempat bertema “Bunga Segala Kotaâ€. Tema ini merujuk pada Jerusalem yang selalu berada di pusat pusaran konflik geopolitik untuk memperebutkan dominasi atas kota tersebut yang kini dimanifestasikan oleh Yahudi dan Palestina. Baik orang Yahudi, Kristen, maupun Islam sama-sama mengklaim yang berhak atas Jerusalem. Hingga kini pun masih terjadi pergulatan pendapat tentang asal kata Jerusalem yang berdiri di punggung Bukit Yudea pada ketinggian 760 dari permukaan laut ini. Pergantian nama Jerusalem dari masa ke masa menegaskan bahwa sejak awal kota strategis ini menjadi ajang perebutan dan sumber konflik.rnrnBagian kelima bertema “Masuk Kota Lama†yang secara garis besar bercerita mengenai Kota Lama Jerusalem yang sarat makna sejarah budaya dan spiritual. Kota lama adalah bagian kecil dari Jerusalem Timur, Tepi Barat. Kota Lama dikelilingi tembok sepanjang empat kilometer setinggi 12 meter dengan delapan pintu gerbang. Sebuah pintu masih ditutup yakni Golden Gate (Pintu Gerbang Kerahiman) sementara tujuh pintu lainnya dibuka. Kota Lama juga dibagi menjadi empat wilayah yakni wilayah Yahudi, wilayah Kristen, wilayah Armenia, dan wilayah Muslim. Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, Masjid Al Aqsha, dan Dome of the Rock pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kota Lama Jerusalem.rnrnBagian keenam yang bertema “Kota Suci Tiga Agama†mengetengahkan pentingnya posisi Jerusalem bagi tiga agama samawi yakni Yahudi, Kristen, dan Islam. Bagi Yahudi, Jerusalem memiliki arti penting baik dari segi agama maupun politik. Kenizah Allah yang diyakini dulu berdiri di Temple Mount sekarang ini dipandang sebagai sebuah tempat di bumi di mana orang dapat dekat dengan Tuhan. Di tempat inilah mereka berdoa tiga kali sehari. Mereka juga bertahan menjadikan Jerusalem sebagai ibukota negara meski ditentang dunia. Bagi umat Kristen, Jerusalem adalah kota suci tempat Yesus mengerjakan karya keselamatanNya. Bagi umat Islam, Jerusalem diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW naik ke surga dan menerima petunjuk-petunjuk mengenai bagaimana umat Muslim bersembahyang.rnrnBagian ketujuh yang berjudul “Jerusalem Milik Siapaâ€, mengetengahkan perdebatan dan konflik berkenjangan seputar klaim kepemilikan Jerusalem yang telah memakan banyak korban jiwa. Berbagai perjanjian damai dan resolusi PBB telah dikeluarkan, namun semuanya tidak membawa hasil karena selalu diingkari oleh Israel ataupun Palestina. Vatikan pun telah mendorong perlindungan terhadap identitas Jerusalem dan menyetujui proposal internasionalisasi wilayah. Namun, usaha mewujudkan perdamaian tetap menemui jalan buntu karena masing-masing pihak tidak sepaham dengan isu terkait status Jerusalem.rnrnPerundingan proses perdamaian Timur Tengah yang selalu menemui jalan buntu ini, membawa semua pihak memasuki tahapan frustasi dan berdampak serius terhadap stabilitas kawasan. Masalahnya, masing-masing pihak bersikeras untuk mempertahankan persepsinya. Nyatanya, tidak akan pernah ada penyelesaian konflik Israel-Palestina yang abadi tanpa ada penyelesaian atau solusi terhadap status Jerusalem yang dapat diterima oleh sebagian besar orang Israel dan sebagian besar orang Palestina.
No other version available