Cooperative Learning : Metode Teknik, Struktur dan Model Penerapan
Seorang filsuf besar, John Dewey percaya bahwa pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk meningkatkan minat siswa, memperluas dan mengembangkan horizon keilmuan serta membantu mereka mampu menjawab tantangan untuk memulai gagasan baru di masa mendatang. Tak pelak, pola utama pembelajaran dalam pendidikan harus merepresentasikan sebuah proses dinamis dan berkelanjutan yang dapat memenuhi kebutuhan interpersonal.rnrnTerm “dinamis†dalam sebuah proses pembelajaran memiliki bias tafsir yang begitu beragam. Keragaman itu, disadari atau tidak, telah mengaburkan struktur, pola dan bentuk baku pembelajaran yang semestinya diterapkan. Kenyataan demikian, tentu akan mendatangkan sebentuk kebuntuan konseptual yang berujung pada dilema pembelajaran itu sendiri, termasuk di Indonesia. Untuk itu, harus ada usaha serius dalam rangka merumuskan kembali model pembelajaran—minimal seperti Dewey impikan.rnrnKarena itu, buku Cooperative Learning ini hadir sebagai jawaban atas kebuntuan model pembelajaran yang selama beberapa dekade terakhir masih mengawang dalam formalitas wacana hampa. Seharusnya, kata-kata “dinamis†diterjemahkan ke dalam sebuah proses saling menguntungkan dalam kohesivitas yang tidak searah. Di sinilah pembelajaran kooperatif (cooperative learnig) memiliki kedudukan signifikan.rnrnPembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai sekelompok kecil pembelajar yang bekerja sama menyelesaikan masalah, merampungkan tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Kelahiran konsep pembelajaran kooperatif dimulai sejak sejumlah peneliti tertarik terhadap “dinamika kelompokâ€. Puncaknya, pada paruh pertama abad 20 penelitian perilaku manusia dalam kelompok (human behavior in group) berkembang pesat. Hasil penelitian Allport (1924) misalnya, menunjukkan bahwa individu yang (belajar) berkelompok dapat bekerja lebih efektif daripada individu yang berkerja sendirian (hal, 5).rnrnBagi Miftahul Huda, pembelajaran kooperatif lebih menjanjikan sebuah hasil yang dapat dirasakan bersama (mutual outcomes) dan mampu menghasilkan pencapaian yang lebih prestisius. Hal itu dibuktikan dalam penelitian Deutsch (1949) yang menunjukkan bahwa siswa-siswa yang dikondisikan dalam kerja kooperatif berada di rangking teratas sebagai kelompok yang memiliki kebersamaan (sense of centredness) yang lebih kuat dibandingkan dengan siswa-siswa lain yang dikondisikan dalam kerja kompetitif (hal, 10).rnrnLandasan teoritis pertama tentang pembelajaran kooperatif dikemukakan oleh Vygotsky (1978). Ia percaya bahwa mental siswa pertama kali berkembang pada level interpersonal di mana mereka belajar menginternalisasikan dan mentransformasikan interaksi interpersonal itu dengan orang lain, yang dilanjutkan ke level intra-personal di mana mereka mulai memperoleh pemahaman dan keterampilan baru dari hasil interaksi ini.rnrnPembelajaran kooperatif selangkah lebih maju daripada model-model pembelajaran kompetitif, apalagi individualistik. Bahkan menurut Johnson (2000), tidak ada satu pun praktik pedagogis yang secara simultan mampu memenuhi tujuan yang beragam, kecuali yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif.rnrnDengan kata lain, pembelajaran kooperatif menjanjikan nuansa yang benar-benar dinamis yang dengan sendirinya akan melahirkan transfomasi baru dalam jagat pendidikan. Esensialisasi gagasan kooperatif tak lain merupakan upaya menggenapi aspek demokrasi dalam pendidikan itu sendiri. Dan ini jarang dilakukan di Indonesia.rnrnSebagai konsep yang bermula dari “dinamika kelompokâ€, pembelajaran kooperatif mengusung gagasan mendasar tentang internalisasi nilai demokrasi dalam belajar. Model semacam itu, diyakini sebagai praktik pedagogis yang efektif meningkatkan proses pembelajaran, gaya berpikir tingkat-tinggi, perilaku sosial, sekaligus kepedulian terhadap siswa-siswa yang memiliki latar belakang kemampuan, penyesuaian, dan kebutuhan yang berbeda-beda.rnrnMenurut Davidson, inti dari konsep kooperatif adalah untuk bekerja sama dan berusaha menghasilkan suatu pengaruh tertentu (to work or act together or jointly, and strive to produce an effect). Pola demikian terangkum dalam lima perspektif: motivasional, kohesi sosial, kognitif, perkemabangan dan elaborasi kognitif (hal, 34).rnrnStuktur, pola, strategi serta aplikasi konkret pembelajaran kooperatif ditulis secara cermat dalam buku ini. Membacanya, kita akan sampai pada kesimpulan betapa elegan sebuah pembelajaran kooperatif yang sarat nilai-nilai demokratis.
No other version available